Pertama-tama untuk membatasi ruang pembahasan tentang kader, di sini akan dijelaskan pengertian kader dalam kaca mata HMI. Beranjak dari pertanyaan “siapakah kader ?”. “Cadre is a small group of people who are specially chosen and trained for a particular purpose” (AS Hornby). Kader HMI adalah anggota HMI yang telah melalui proses perkaderan, memiliki integritas yang utuh dari beriman, berilmu, dan beramal saleh sehingga siap mengemban tugas kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Keniscayaan dari sebuah organisasi adalah tujuan/ mission yang jelas karena, tujuan yang jelas diperlukan oleh suatu organisasi, sehingga setiap usaha yang dilakukan oleh organisasi tersebut dapat dilaksanakan dengan teratur dan terarah. Secara harfiah tujuan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam yang tercantum dalam Anggaran Dasar Himpunan Mahasiswa Islam Pasal 4 yakni “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, Yang bernafaskan Islam dan Bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT” mencerminkan dua bentuk usaha organisasi dalam gerakannya yaitu usaha organisasi HMI atas pembentukan individu dan usaha organisasi HMI atas pembentukan masyarakat.
Pada teks tujuan ini perjuangan pembentukan individu menjadi insan cita HMI merupakan tanggungjawab organisasi melalui aktifitasnya sehari-hari. Namun pembentukan masyarakat cita HMI sudah tidak lagi diserahkan pada individu hasil kaderisasi yang dilakukan organisasi, tetapi sudah menjadi tanggung jawab organisasi secara langsung. Hal ini diwujudkan dalam usaha nyata organisasi secara langsung terhadap berbagai agenda perbaikan kehidupan masyarakat. Dengan demikian tanggungjawab organisasi secara langsung terdiri dari tanggungjawab atas pembentukan individu dan tanggungjawab atas pembentukan masyarakat.
Dengan rumusan tersebut, maka substansi dari HMI bukanlah organisasi massa dalam pengertian fisik dan kuantitatif, akan tetapi berbanding terbalik yakni HMI adalah lembaga pengabdian dan laboraturium pengembangan ide, secara kualitatif memiliki fungsi mendidik, menjadi pemimpin dan serta memimpin anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif. Dan yang menjadi titik tekan prioritas adalah bentuk usaha yang disuratkan pada bait pertama, yaitu “Terbinanya insan”.
Insan dalam Perspektif NDP
Term insan di dalam Al-Qur’an juga menjadi kajian semantik filologis dengan menyandingkannya dengan term basyar, dan al-nas.
Istilah basyar disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 27 kali dan disandingkan dengan frasa mislukum sebanyak tujuh kali dan kata misluna sebanyak enam kali. Perbuatan manusia yang dirujuk dengan istilah ini adalah makan, minum, berjalan-jalan di pasar, raut wajah dan bersetubuh. Dengan demikian konsep basyar bersifat fisiologis pada manusia.
Kata Insan disebutkan dalam A-Qur’an sebanyak 65 kali dan istilah ini digunakan pada tiga konteks. Petama, Insan yang diberi keistimewaan mengemban amanah menjadi Khalifah di Bumi. Kedua, Insan yang memiliki predisposisi negatif di dalam dirinya. Ketiga, Insan dihubungkan dengan proses penciptaan manusia. Kecuali kategori ketiga, semua konteks Insan merujuk pada sifat-sifat psikologis dan spiritual-intelektual.
Dengan demikian menjawab pertanyaan mendasar menyoal manusia oleh manusia itu sendiri. Yakni, apa sesungguhnya manusia itu ? sehingga manusia bisa dikatakan berbeda dengan hewan. Bagaimana pandangan tentang kemuliaannya ? dan dari mana penilaian tersebut berangkat ? jika kita hanya membicarakan mengenai aspek fisiologis dan biologisnya saja, maka tidak akan kita temukan keunikan manusia, karena cukup dengan mempelajari anatomi tubuh manusia dan kita akan mengetahui struktur yang ada di dalamnya.
Dengan kata lain manusia dinilai dan dipandang mulia atau hina tidak berdasarkan aspek basyar. Dan orang-orang yang memiliki kecacatan secara fisik tidak dapat dijadikan tolak ukur kemuliaan dan kehinaannya. Melainkan melalui aspek Insan seperti pengetahuan, mental, moral manusia dinilai dan difahami sebagai makhluk mulia atau hina.
Ringkasnya, substansi kemanusiaan adalah akal, yang menjadi batas tegas antara manusia dengan hewan, sehingga manusia didefenisikan sebagai “hewan yang berpikir” atau “hewan yang berakal”. Manusia selain merupakan makhluk basyariah (dimensi fisiologis) dan annaas (dimensi sosiologis) ia juga memiliki aspek insan (dimensi psikologis) sebuah dimensi lain dari diri manusia yang paling sublim serta memiliki kecenderungan yang paling kompleks. Dimensi yang disebut terakhir ini bersifat spritual dan intelektual dan tidak bersifat material sebagaimana merupakan kecenderungan aspek basyarnya.
Manusia bersifat dinamis dengan nilai-nilai yang dimilikinya tersebut. Dan diberikan hak istimewa untuk menentukan langkah dan arah hidupnya. Tuhan tidak memaksakan kehendak-Nya kepada manusia, akan tetapi Tuhan akan senantiasa memberikan pilihan untuk diikuti oleh manusia dengan berbagai konsekuensi logis dan akibat dari sebuah perbuatan yang senantiasa mengiringinya.
Manusia hidup dan berjalan di antara keharusan universal (takwini) dan kemerdekaan bertindak (tasyri’i), artinya Tuhan telah menetapkan hukum keciscayaan universal berupa hukum sebab akibat, dimana manusia dan seluruh makhluk tidak mungkin keluar dari lingkaran tersebut. Di dalam hukum inilah manusia bergerak bebas menentukan pilihan, dari berjuta pilihan yang dihamparkan oleh Tuhan. Jadi manusia terpaksa untuk bebas atau bebas untuk dipaksa?
Dalam hal ini HMI bukanlah sebuah organisasi sufi yang kader-kadernya senantiasa asyik masyuk dengan Tuhannya, akan tetapi kader HMI adalah kader yang mesra dengan Tuhan dan “membawa” Tuhan berjalan di muka bumi dengan melakukan revolusi sosial dan senantiasa bergerak menuju yang lebih baik dan senantiasa melakukan pembangunan berskala makro maupun mikro. Sebagaimana perkataan Muhammad Iqbal bahwa seandainya Muhammad itu seorang sufi atau mistikus, maka ketika dia telah bertemu dengan Dzat Allah SWT ketika peristiwa Isra Mi’raj dia akan enggan untuk kembali turun ke Bumi, akan tetapi Muhammad tetap turun ke Bumi untuk bergelut dengan ummatnya.
Wallahu’alam bish shawwab.